
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Terkadang seorang lelaki yang telah menikah, tersibukkan dengan keluarga barunya. Mungkin dia mendapatkan cinta dan kasih sayang dari pasangan hidupnya. Cinta sehidup semati yang dinantinya.
Ibunya sudah tidak lagi menjadi nomor satu baginya. Mungkin bagi dia hal itu adalah sesuatu yang wajar dan mungkin Ibunya juga memakluminya.
Tapi ingatlah !
Mustahil bagimu untuk mendapatkan hati yang lebih pengasih daripada hati seorang Ibu !
Sembilan bulan engkau dikandungnya.
Nyawa dipertaruhkan demi kelahiranmu.
Dari air susunya darah yang mengalir di dalam tubuhmu.
Dialah yang rela tidak tidur ketika engkau sakit.
Dialah yang rela kelaparan agar engkau merasa kenyang.
Dialah yang rela tidak beristirahat agar engkau dapat beristirahat.
Dialah yang rela memberikan nyawanya apabila engkau membutuhkannya.
Engkau tidak mungkin mendapatkan pengganti atas kasih sayangnya !
Dia telah meridhai kepergianmu untuk hidup bersama istrimu. Namun sebelum Ibumu pergi meninggalkan dunia ini, berikanlah padanya secercah baktimu dan kasih sayangmu !
Datanglah padanya.
Kecuplah keningnya.
Pijatlah kakinya.
Mintalah maaf dan keridha’anya.
Untuk para istri, bersabarlah menghadapi Ibu mertuamu. Apabila dia marah, cerewet, dia sedang bersedih melihat perhatian anaknya pada istrinya. Cepat atau lambat, dirimu akan merasakan isi hatinya ketika putramu telah menikah.
Di balik pahitnya kesabaran, ada kebahagiaan dan ketentraman.
Narasumber :
Ustadz, Syafiq Riza Basalamah, MA.
Leave a Reply