بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Nama “wahabi” begitu buruk di telinga banyak umat Islam, identik dengan kekerasan, anarkis dan kebencian. Namun demikian, kebanyakan umat Islam tidak tahu apa dan siapakah sebenarnya kelompok “wahabi” tersebut.
Banyak orang menduga bahwa “wahabi” adalah kelompok umat Islam yang mengikuti paham Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab at Tamini, yang termasuk salah satu pendiri negara Saudi Arabia. Akibatnya, semua yang berhubungan dengan Arab Saudi, dianggap sebagai bagian dari “wahabi” dan akhirnya dibenci dan dimusuhi.
Namun, pernahkah anda mengkaji seberapa besar kadar akurasi anggapan tersebut ?
Secara bahasa, penisbatan paham radikal dan anarkis yang selalu menghantui masyarakat kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tidaklah tepat, karena nama beliau adalah Muhammad, bukan Abdul Wahhab. Dengan demikian seharusnya penisbatannya adalah “Muhammadiyah.” Karena secara defacto, nama “Abdul Wahhab” adalah nama ayah dari Syaikh Muhammad, sedangkan ayah beliau berbeda paham dengan Syaikh Muhammad.
Pada saat ini, sejarah telah membuktikan bahwa dalam urusan ilmu fiqih, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menganut madzhab Hambali. Hal tersebut terbukti dari karya-karya tulis beliau dan juga kondisi negeri yang beliau dirikan, yaitu Saudi Arabia yang sampai saat ini menganut madzhab Hambali dan anda pasti sadar bahwa penganut madzhab Hambali merupakan hal yang sah-sah saja sebagaimana halnya penganut madzhab Syafi’i.
Dalam urusan ideologi, beliau tidak mengajarkan sikap anarkis dan radikal sebagaimana yang dituduhkan kepada beliau. Yang beliau lakukan hanyalah sebatas upaya pemurnian Islam dari berbagai budaya dan paham yang menyimpang. Beliau berusaha keras menyadarkan masyarakat akan haramnya mengkultus kepada selain Allah E, baik mengkultus kepada sesama manusia atau benda, kuburan dan lainnya.
Buktinya adalah, cara praktek keagamaan di masyarakat dan negeri yang beliau dirikan, yaitu Saudi Arabia. Berbagai madzhab di negeri tersebut dibiarkan berkembang, bahkan sebagian tokoh ulama dari berbagai madzhab tersebut direkrut di dalam lembaga fatwa “Ha’iah Kibarul Ulama.”
Sebagai contoh yaitu, formasi keanggotaan lembaga ini pada tahun 1391 H, diantaranya diisi oleh Syaikh Muhammad Amin As-Syinqithy yang bermadzhab Maliki, Syaikh Abdurrazzaq Al-Afify yang bermadzhab Hanafi, Syaikh Abdul Majid Hasan yang bermadzhab Syafi’i, demikian pula dengan Syaikh Mihdhar ‘Aqiil yang juga bermadzhab Syafi’i.
Keanggotaan lembaga tersebut pada saat ini juga masih diisi oleh perwakilan dari keempat madzhab. Syaikh Muhammad bin Muhammad Al-Mukhtar As-Syinqithy mempresentasikan madzhab Maliki, Syaikh Abdul Wahhab Abu Sulaiman yang mempresentasikan madzhab Hanafi dan Dr. Qais bin Muhammad Al-Mubarak sebagai perwakilan dari penganut madzhab Syafi’i.
Alhamdulillah saya pernah mendapatkan kehormatan, karena ketika mempertahankan desertasi doktoral saya, Dr. Qais bin Muhammad Al-Mubarak berkenan menjadi salah satu penguji saya.
Salah satu hal yang juga patut anda ketahui di sini, bahwa salah satu duta besar Kerajaan Saudi Arabia yang mendapatkan kesempatan bertugas di Jakarta yaitu Dr. Mustofa bin Ibrahim Al-Mubarak yang kebetulan juga sepupu Dr. Qais Muhammad Al-Mubarak yang tentunya juga seorang penganut madzhab Syafi’i.
Dapatkah anda bayangkan, lembaga fatwa tertinggi di negeri yang selama ini dituduh sebagai penebar paham “wahabi” ternyata selalu mengakomodir perwakilan dari keempat madzhab fiqih yang ada. Masih layakkah mereka dituduh eksklusif dan anarkis atau radikal ?
Dahulu, telah berpuluh-puluh tahun di Masjid Haram (Makkah) dan juga Masjid Nabawi (Madinah) ketika waktu sholat tiba, maka setiap kelompok yang terbagi menjadi empat kelompok madzhab fiqih, selalu mendirikan sholat secara berkelompok lengkap dengan muadzin dan imamnya sesuai dengan kelompok masing-masing. Saat penganut madzhab Hanafi mengumandangkan adzan dan iqamat kemudian mulai mendirikan sholat, maka penganut madzhab yang lain, duduk menanti giliran mereka, selanjutnya setelah madzhab Hanafi selesai, maka segera muadzin madzhab Maliki mengumandangkan adzan dan iqamah kemudian mendirikan sholat sesuai dengan madzhab mereka. Demikian seterusnya hingga pengikut keempat madzhab tersebut mengumandangkan adzan, iqamah dan sholat sesuai dengan madzhab mereka masing-masing.
Anda dapat membayangkan, betapa buruknya kondisi saat itu, namun alhamdulillah berkat karunia Allah E, kemudian juga karena jasa Raja Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Ussuud, umat Islam berhasil disatukan, sehingga mereka dengan berbagai latar belakang madzhabnya dapat bersatu dengan sekali mengumandangkan adzan, iqamah dan sholat berjamaah, sehingga persatuan umat Islam dapat terwujud kembali.
Bila demikian, siapakah sebenarnya “wahabi” yang selama ini terkesan begitu mengerikan ?
Ketahuilah bahwa “wahabi” yang begitu mengerikan itu sebenarnya adalah nama dari salah satu sekte khawarij yang memang gemar mengkafirkan semua orang yang bersebrangan dengan paham mereka, apalagi bila orang tersebut telah terbukti melakukan dosa besar.
Sekte ini muncul di benua Afrika yang dipimpin oleh Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum, yang menganut paham khawarij. Perlu diketahui bahwa salah satu pelopor dan tokoh dari paham khawarij adalah Ma’dan Al-Iyadhi dan Abdullah bin Waheb Ar-Rasiby dikenal sebagai sekte yang gemar mengkafirkan kelompok lain, bahkan semua orang yang bersebrangan dengan paham mereka tanpa terkecuali para sahabat. Hingga akhirnya mereka dengan tega membunuh sebagian sahabat di antaranya adalah Khabbab bin Al-Arat I.
Paham ini menyebar hingga sampai ke negeri Andalus dan Afrika belahan barat. Abdul Wahhab bin Rustum adalah salah satu tokoh dari sekte ini yang sangat terkenal di negeri Afrika, karena dia pernah berkuasa di sebagian daerah dan memiliki pasukan yang cukup kuat.
Karena itu, sebutan “wahabiyah” atau “wahbiyah” hanya ada di referensi ulama Afrika, Maroko dan Andalus, semisal kitab Al-Mi’yaar Al-Mu’rib wa Al-Jaami’ Al-Mughrib ‘an Fataawaa Ifriiqiyyah wa Al-Andalus wa Al-Maghrib, karya Ahmad bin Yahya Al-Wansyarisi dan Tarikh ibnu Khaldun.
Adapun di negeri Islam belahan timur, semisal Mesir, Syam, Iraq dan sekitarnya, sekte ini tidak dikenal dengan sebutan “wahbiyah” atau “wahabi,” namun dikenal dengan sebutan khawarij.
Sebagian orang meyakini bahwa orang pertama yang melontarkan sebutan “wahabi” kepada murid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah saudara beliau sendiri yaitu Syaikh Sulaiman bin Abdul Wahhab. Klaim ini dikuatkan oleh adanya satu kitab yang mereka yakini buah karya beliau yaitu, الصواعق الإلهية في الرد على الوهابية
Namun demikian, penisbatan buku ini kepada Syaikh Sulaiman sangat meragukan karena beberapa alasan berikut :
- Logika dan budaya arab tidak sejalan dengan judul buku dan penisbatan sekte dengan nama “wahabiyah.” Karena jika beliau benar-benar menulis buku ini, maka itu sama saja menjelek-jelekkan ayahnya sendiri, bukan hanya saudaranya yaitu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab saja. Karena yang bernama “Abdul Wahhab” adalah ayah mereka berdua.
- Dalam karya-karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, tidak pernah ditemui adanya bantahan atau satu katapun yang mengisyaratkan adanya perseteruan serius, apalagi sampai pada kondisi saling menuduh sesat. Andaikan buku ini benar-benar ditulis oleh Syaikh Sulaiman, maka kita akan menemukan bantahan atau sikap dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kitab tersebut.
- Jika memang buku itu benar karya dari Syaikh Sulaiman, maka itu tidak cukup untuk membuktikan bahwa beliau dan ajaran beliau sesat seperti yang dituduhkan. Sikap yang tepat dalam menyikapi perbedaan antara dua orang yaitu dengan membandingkan dan mengkaji karya-karya keduanya secara kritis untuk mengetahui siapakah dari mereka yang lebih berbobot keilmuannya. Walaupun demikian, fakta di lapangan pada karya-karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sampai dengan fakta murid dan negeri yang beliau bangun, semuanya mendustakan berbagai tuduhan keji yang selama ini dituduhkan kepada beliau.
- Jika memang terbukti memang saudara beliau yaitu Syaikh Sulaiman memusuhi dan menyelisihi ajaran Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, maka itu bukanlah suatu hal yang aneh. Dahulu, Nabi Ibrahim S dimusuhi oleh ayahnya sendiri, Nabi Nuh S dimusuhi oleh anaknya sendiri, Nabi Luth S dimusuhi oleh istrinya sendiri dan Nabi Muhammad H dimusuhi oleh paman dan kerabat beliau sendiri. Oleh karena itu, yang seharusnya menjadi standar penilaian setiap manusia adalah hasil karyanya, bukan tuduhan yang menyebar, apalagi berasal dari orang yang membenci atau memusuhinya.
- Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, murid-murid beliau dan juga negara Saudi Arabia hingga saat ini tidak pernah menamakan dirinya sebagai sekte “wahabi” atau penganut paham “wahabi.” Sebutan tersebut selalu muncul dari tuduhan sepihak orang-orang yang terbukti membenci mereka. Dengan demikian, penamaan ini kurang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Bahkan di dalam banyak kesempatan, mereka membantah tuduhan dan penyebutan tersebut.
- Karya, peran dan jasa negeri Saudi Arabia bagi umat Islam secara umum, baik itu dari pembangunan fasilitas ibadah dan penerapan hukum Islam sudah tidak bisa terbantahkan lagi. Diantara karya besar mereka adalah, pencetakan karya-karya ulama lintas madzhab dan berbagai kegiatan sosial, baik dalam skala regional ataupun internasional, sudah terbukti nyata dan dirasakan oleh sumua orang termasuk orang-orang yang selama ini membenci dan mendiskreditkan Saudi Arabia dengan tuduhan “wahabi.” Sepatutnya mereka harus malu, lidahnya masih mengecap manisnya jasa baik pemerintah Saudi Arabia, namun pada saat yang sama, lisannya tiada lelah menuduh keji saudara mereka sendiri, sesama umat Islam. Anehnya lagi, banyak dari mereka yang tiada lelah membela negara kafir dan agama lain.
Orang-orang yang terpelajar pantang untuk terperdaya dengan tuduhan sepihak seperti yang saat ini banyak beredar tentang dakwah pemurnian agama yang dipelopori oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Hanya orang-orang yang tingkat pendidikannya rendah yang mudah terperdaya oleh klaim sepihak semacam ini. Islam sebagai agama dan juga Nabi Muhammad H yang membawa agama Islam, bahkan seluruh Nabi sebelum beliau ternyata tidak luput dari tuduhan sepihak semisal ini.
Allah E berfirman :
كَذَلِكَ مَا أَتَى الَّذِينَ مِن قَبْلِهِم مِّن رَّسُولٍ إِلَّا قَالُوا سَاحِرٌ أَوْ مَجْنُونٌ {52} أَتَوَاصَوْا بِهِ بَلْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُونَ
Artinya :
Demikianlah tidak seorang Rasul pun yang datang kepada orang-orang sebelum mereka, melainkan mereka mengatakan, “Dia adalah seorang tukang sihir atau orang gila.” Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu. Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas. (QS : Adz-Dzariat, ayat 52 – 53).
Sobatku, akankah hingga saat ini anda masih begitu mudah terperdaya oleh klaim sepihak tentang dakwah pemurnian Islam yang seringkali dituduh miring dan keji tanpa menyertai sebuah bukti ?
Masihkah anda mudah terperdaya dengan tuduhan sepihak bahwa Islam yang murni adalah Islam yang radikal, fundamental atau kepanjangan dari aliran “wahabi” yang diidentikkan dengan paham dan sikap radikal ?
Sudah saatnya anda bersikap kritis dan melihat pada fakta serta data. Jika anda bersikap kritis dan tidak mudah percaya kepada setiap tuduhan sepihak yang dialamatkan kepada penganut agama lain, mengapa anda mudah percaya kepada tuduhan sepihak yang dilemparkan kepada saudara anda sendiri ?
Lihat dan saksikan, betapa indah dan terangnya fakta yang ada pada saudara anda , yaitu para penggiat pemurnian Islam. Zaman seperti ini bukan waktunya anda menjadi korban propaganda orang-orang yang benci kepada Islam dan umat Islam.
Narasumber :
Ustadz, Muhammad Arifin Badri, MA.
Leave a Reply