
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Sobat, mungkin kita pernah mengatakan, “Ngelus dada melihatnya.”
Ucapan ini mungkin seringkali kita ucapkan ketika melihat orang lain yang sedang menderita dan penderitaannya begitu besar untuk dibayangkan. Bukankah demikian ?
Suatu saat saya pernah mendengarkan seseorang yang bercerita tentang seorang ahli ibadah, namun hidup sangat miskin. Orang yang bercerita seakan tidak kuasa untuk menceritakan kisah orang tersebut secara terperinci. Akhirnya dia berkata, “Setiap mengingat kondisi orang tersebut, saya hanya bisa mengelus dada. Ibadahnya tekun, pintar mengaji, namun hidupnya sangat miskin.”
Ceritanya terdengar sangat memilukan, bahkan seakan menyayat hati setiap insan yang mendengarnya. Namun, suatu saat saya termenung memikirkan kisah tersebut. Mengapa kita begitu tersentuh dan merasa iba sehingga harus mengelus dada karena menyaksikan orang shalih yang miskin ? Sedangkan, sikap tersebut benar-benar sirna ketika kita melihat seseorang yang memiliki wajah yang catik jelita dan tampan rupawan dengan kekayaan yang melimpah, namun bergelimang dalam kekufuran atau kemaksiatan.
Bukankah derita yang menanti pelaku dosa dan kekufuran lebih besar dibanding derita yang dipikul oleh seorang ahli ibadah yang miskin ?
Seberat apapun derita orang shalih, maka hal itu hanyalah sesaat saja, karena penderitaan tersebut akan terganti dengan kenikmatan yang tiada tara dan tiada terkira. Seberat apapun penderitaan yang dia alami di dunia, maka hanya dalam sekejap akan terlupakan semenjak dia menginjakkan kakinya di pintu Surga.
Namun sebahagia apapun orang yang kaya, cantik jelita dan tampan rupawan, namun fasik atau bahkan kafir, maka hal itu hanyalah sesaat dan akan segera berganti dengan siksa Neraka. Semua kenikmatan yang pernah mereka dapatkan di dunia pasti akan terlupakan dengan sekejap semenjak pertama kali dia merasakan siksa Neraka.
Demikianlah dikisahkan dalam hadist riwayat Imam Muslim.
Mungkinkah sikap kita ini mencerminkan betapa lemahnya kadar keimanan kita, karena kita masih silau dengan gemerlap kemewahan dunia ?
Narasumber :
Ustadz, Dr. Muhammad Arifin Badri, MA.
Leave a Reply