
بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Suami adalah sosok pemimpin di dalam kehidupan berumah tangga yang berjalan penuh dengan wibawa dan berkata seperti titah kepala negara.
Namun, dengan semua kelebihan itu, terkadang suami menangis di hadapan istrinya disaat terjadi letupan api pertengkaran.
Turunkah wibawanya ?
Atau apakah dia sudah tidak pantas lagi menjadi seorang suami karena dia telah menangis ?
Saudariku,
Disaat suami anda menangis di hadapan anda, ketahuilah bahwa dia mencintai anda, menyayangi anda dan dia tidak ingin menyakiti anda sedikitpun. Abdullah bin Muhammad Badabud menulis artikel di saaid.net mengenai tangisan :
قَدْ يَبْكِيْ الإِنسانُ حِيْنَ يُجْرَحُ بِقَوْلٍ أَوْ فِعْلٍ مِنْ إِنْسَانٍ يُحِبُّهُ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يَرُدُّ لَهُ الإِسَاءَةَ بِالمِثْلِ وَلَكِنّهُ لاَ يَصْنَعُ ذَلِكَ لِأَنَّهُ يُحِبُّهُ فَيَبْكِيْ .
Artinya :
Terkadang manusia menangis disaat dia terluka oleh ucapan atau perbuatan orang yang dia cintai, dia mampu membalasnya dengan setimpal, namun tidak dia lakukan.
Bukan karena lemah, namun karena dia mempunyai cinta dan mulailah dia menangis.
Wahai saudariku,
Ketika anda dan suami anda sedang berselisih atau bahkan sedang bertengkar, kemudian suami anda menangis, maka janganlah anda merasa bangga, merasa menang ataupun merasa hebat.
Akan tetapi tangisilah diri anda, karena anda menjadikan orang yang mencintai anda menangis. Suami anda dapat berbuat sesukanya kepada anda, dapat memukul dan membentak ataupun yang lain, namun itu tidak dia lakukan karena rasa cintanya kepada anda melarangnya untuk berbuat seperti itu. Pukulannya adalah tetesan air matanya dan caciannya adalah isak tangisnya.
Semoga kita dapat memahami dan mengerti arti dari sebuah tangisan, karena tidak semua tangisan menandakan kelemahan, bahkan terkadang tangisan itu menandakan sebuah ketulusan, kelembutan dan cinta.
Narasumber :
Ustadz, Nur Cholis Agus Santoso, M.Pd.I.
Leave a Reply