بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Hati, segumpal daging yang bercokol di dalam tubuh ini. Walaupun terbilang kecil, namun sangat berpengaruh di dalam kehidupan insani.
Secara tegas Rasulullah H berucap tentang hati yang berbunyi :
Jika dia baik, maka baiklah seluruh tubuhnya, namun jika jelek, jelek pula seluruh tubuhnya. (HR. Bukhari dan Muslim).
Mungkin sebagian dari kita ada yang mempunyai jam kerja berlebih. Ada yang 8 jam, 12 jam atau bahkan lebih dan belum ditambahkan dengan jam lembur. Gaya kerjanya juga bermacam-macam, ada yang seharian duduk di kursi, berdiri, mondar-mandir dan sebagainya. Satu hal yang terkadang terluput dari benak kita semua adalah, ternyata tubuh dan raga kita ini mampu dan sabar dalam melakukan semua pekerjaan yang begitu berat dan memiliki durasi yang cukup panjang.
Disatu sisi, ini adalah sebuah karunia Allah E yang diberikan kepada kita, diantaranya adalah tubuh yang sehat dan kuat. Akan tetapi di sisi lain tanpa kita sadari, ada semacam kecurangan yang kita lakukan terhadap Allah E dengan semua nikmat tersebut.
Allah E berfirman :
تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزٰىٓ
Artinya :
Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. (QS. An-Najm, ayat 22).
Buktinya, ketika kita melakukan sholat bersama Imam, terkadang hati kita berkata, “Panjang sekali bacaan Imam ini, baru saja satu raka’at.” Padahal sejatinya yang dibaca oleh Imam adalah surat-surat pendek.
Secara fisik sebenarnya tubuh kita ini kuat dan mampu untuk berdiri di dalam sholat, mungkin rata-rata sekitar 15 – 20 menit lamanya, namun masalahnya bukan pada kuat atau tidaknya fisik kita, melainkan hati kita yang sering tidak kuat.
Sudah sekian tahun kita melaksanakan sholat, pernahkah kita menikmati dan merasakan rasa betah hingga ingin berlama-lama di dalam sholat sebagaimana perasaan kita terhadap aktivitas duniawi kita. Begitu juga dengan membaca Al-Quran, berdzikir, mendengarkan kajian. Sejauh mana kesabaran bersama kita ?
Mungkin dahulu ketika menumpuh pendidikan hingga mencapai Sarjana atau SMA, kita selalu berusaha rajin berangkat ke sekolah dan berusaha agar tidak terlambat atau selalu hadir tepat waktu di tempat kerja.
Semua itu adalah hal yang baik, disiplin memang sangat diperlukan, akan tetapi bagaimana kedisiplinan kita kepada Allah E ?
Seberapa seringkah kita datang terlambat menghadiri sholat shubuh berjama’ah di Masjid atau sholat fardhu lainnya ?
Secara fisik kita mampu bangun pagi kemudian berjalan kaki ataupun mengendarai kendaraan bermotor untuk pergi ke Masjid. Namun masalahnya adalah bukan pada kekuatan raga kita, melainkan hati kita yang tidak kuat dan merasa terbebani.
Kita mampu tepat waktu dan disiplin untuk dunia, akan tetapi kita tidak mampu melakukan hal itu untuk Allah E.
Contoh lainnya, mungkin sebagian dari kita memiliki hobi membaca. Sudah banyak kitab, artikel, majalah dan berbagai jenis ilmu telah kita baca penuh dengan kesungguhan. Akan tetapi bagaimana dengan Al-Quran ?
Pernahkah kita mengkhatamkannya ?
Sekali lagi masalahnya bukan pada lisan kita yang tidak mampu untuk membaca Al-Quran, akan tetapi hati kita yang tidak mampu dan merasa terbebani.
Contoh lain lagi, yang memiliki hobi begadang atau nongkrong dalam perkara yang kurang bermanfaat bagi duniawi maupun ukhrowi. Sebenarnya sangat memungkinkan bagi dirinya untuk melakukan sholat malam sebanyak 2 atau 4 raka’at atau bahkan 1 raka’at saja, namun dia tidak melakukannya. Secara fisik mereka sangat mampu jika hanya sekedar melaksanakan sholat 1 raka’at. Hanya saja masalahnya bukan pada kekuatan fisik, akan tetapi hati yang merasa berat terbebani.
Jadi, sumber masalah dari beratnya sebuah ketaatan yang kita rasakan adalah terletak pada hati dan bukan pada ibadah itu sendiri atau tubuh kita yang tidak kuat untuk melakukannya. Karena sejatinya syari’at yang ada, telah disesuaikan dengan kemampuan kita.
Allah E dalam firman-Nya :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ إِنْ نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَآ إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ ۥ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِۦ ۖ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَآ ۚ
Artinya :
Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (Pahala) dari (Kebajikan) yang dikerjakan dan dia mendapat (Siksa) dari (Kejahatan) yang diperbuatnya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau membebani kami dengan beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tidak sanggup kami memikulnya. Maafkanlah kami, ampunilah kami dan rahmatilah kami.” (QS, Al-Baqarah, ayat 286).
Ya, hati kita memang bermasalah.
Hati kita sedang terserang penyakit wahn (Cinta dunia dan takut mati).
Hati kita keruh dan kotor penuh dengan sampah ambisius dalam mengejar dunia.
Hati kita rusak karena benalu angan-angan dan kebencian.
Hati kita hampa karena kelalaian.
Hati kita sering sakit karena begitu banyak perkara mubah yang kita lakukan.
Hati kita keras karena sedikit dan sulitnya kita menerima nasehat.
Hati kita gersang karena jarang kita sirami dengan embun keimanan dan tadabbur Al-Quran.
Akankah diri ini nanti berkata di hari penyesalan, sesuai dengan firman Allah E :
يٰحَسْرَتٰى عَلٰى مَا فَرَّطتُ فِى جَنۢبِ اللَّهِ
Artinya :
Alangkah besar penyesalanku atas kelalaianku dalam (Menunaikan kewajiban) terhadap Allah. (QS. Az-Zumar, ayat 56).
Na’uudzubillahi min dzalik.
Ya Allah, bulan Ramadhan sudah di depan mata.
Pertemukanlah kami dengannya.
Sadarkanlah hati kami dari kelalaian.
Perbaikilah hati kami.
Ya Allah, berikanlah kami rasa nikmat, lezat dan manisnya beribadah kepada-Mu ya Rabb.
Semoga bermanfaat.
Narasumber :
Semoga Allah E memberi keberkahan bagi Narasumber tulisan ini.
Leave a Reply